Tedak siten adalah suatu upacara dalam tradisi budaya Jawa yang dilakukan ketika anak pertama belajar jalan dan dilaksanakan pada usia sekitar tujuh atau delapan bulan.
Secara keseluruhan, upacara ini bermakna untuk mengajarkan konsep
kemandirian pada anak. (Sumber Wikipedia)
Hari ini sangat menyenangkan karena keponakan saya yang bernama Rr. Anggita Madeena Citrahayi atau yang biasa dipanggil Emma merayakan upacara adat "Tedak Siten" seperti yang sudah dijelaskan diatas, merupakan upacara tradisional "Turun Tanah" yang dilakukan oleh orang adat Jawa. Kebetulan kakak ipar saya totok alias Jawa asli yang konon neneknya itu merupakan salah satu selir dari Hamengkubuwono (berapa gitu) dari 40 selir yang ada.
Acara yang bertempat di rumah besan - Sleman, Jogjakarta - berlangsung dengan meriah dengan didirikannya panggung dan sajian buffet untuk makan siang. Peralatan yang digunakan pun terbilang lengkap plus seorang MC asli Jawa yang menjadi narator selama upacara berlangsung sehingga tamu yang menonton tidak kebingungan dengan begitu banyaknya barang dan aksi adat yang sarat dengan simbolik. Seperti awalnya, sang anak - Emma - harus mencuci kaki pada baskom emas yang telah disediakan kemudian melewati wajik (adonan seperti dodol) 6 warna. Setiap injakannya pada warna wajik tertentu mewakili harapan kepada kehidupan. Seperti wajik warna putih, harapan akan selalu ingat kepada Tuhan yang maha esa dalam tiap langkahnya. Dan seterusnya untuk warna coklat, hijau, merah muda, dan lain-lain. Dibawah ini momen yang berhasil diambil namun mohon maaf yah kelihatannya dari belakang, tapi tetap keambil kok suasananya hahahaha *defensif*
.JPG) |
Prosesi Menginjak Wajik 6 Rupa dituntun oleh Orang Tuanya |
 |
"Senin, Selasa, Rabu..." dan Emma pun menangis ketika hari Minggu
|
 |
Raut muka betek Emma di kursi tebu |
Setelah itu, sang anak disuruh menapaki tangga yang terbuat dari batang tebu dengan harapan hari-hari yang dilalui akan manis seperti tebu. Sembari ditapaki, narator mengucapkan nama-nama hari sesuai dengan tapakan kaki. Selesai menapaki tangga, sang anak didudukan pada kursi kecil yang terbuat dari batang pohon tebu yang serupa.
 |
Emma akan dimasukan ke dalam kurung |

Kemudian bagian yang ditunggu pun tiba, yaitu bagian ketika si anak dimasukan ke dalam kurungan besar serupa kurungan ayam dan disitu dia harus memilih barang-barang yang masing-masingnya mempunyai arti sendiri. Benda yang diambil itu dapat mewakili profesi atau hal-hal yang dia senangi ketika besar. Benda pertama yang diambil Emma adalah boneka, kata sang narator, itu tandanya Emma akan tumbuh menjadi anak yang feminim. Kemudian sempoa warna-warni. Tandanya Emma akan senang berhitung, "menghitung apa? Tentunya menghitung rejekinya sendiri..." Amin. Kemudian benda terakhir yang diambil dan tidak dilepas-lepas adalah ratusan ribu uang rupiah beserta dolar yang ditaruh. Tandanya Emma senang mencari duit. Well, who doesn't?!
 |
Simbol dari kurungan adalah seorang anak yang tidak keluar dari norma sosial |
 |
Dolar yang masih dipegang ketika prosesi mandi kembang oleh para Eyang |
Setelah dimandikan kembang oleh para Eyang Kakung dan Eyang Putri, Emma diberikan sebuah tombak yang lagi-lagi terbuat dari batang tebu, dengan ayam bakar yang dicolok diatasnya. Ayam bakar yang mati dengan cara sangat amat pedih saya pikir, karena mulutnya terbuka lebar dengan badan yang hangus. Anyway, prosesi ini adalah sebagai lambang Emma akan tumbuh sebagai anak yang pemberani.
 |
Tongkat kebesaran anak dengan puncak ayam yang menyedihkan
Sementara itu, para Eyang Putri melempar uang yang telah dilinting disertai dengan permen dan butiran kacang hijau agar lemparannya mungkin menyebar *ngasal*
Tamu yang diundang dari lembaga asing pun berebutan mengambil uang
Lintingan uang terdiri atas lembaran recehan 2000 dan 5000 rupiah. Ada juga diselipkan nomor door prize. Sementara itu bocah yang telah dimandikan pun telah berganti baju. Prosesi selanjutnya adalah Emma membagikan mainan kepada para undangan sebagai wujud sifat welas asih dan pemurah
Emma dan telur rebus siap dibagikan
Berebutan mainan tradisional yang sekarang mulai susah didapatkan
Last but not least, my lovely beautiful niece, cheers!
|