Di dunia yang penuh penilaian ini aku merasa sendiri. Khususnya sekarang ketika di meja ini aku menyeruput es coklat, sendiri. Terlalu manis. Seperti kenangan yang coba aku kesampingkan. Tidak dihilangkan, hanya coba untuk dilupakan.
Mengikuti pulang bersama mereka dan memutuskan untuk menginap, tidak ada rencana, keputusan yang mendadak. Sesampainya di rumahnya panggilan alam datang, aku memasuki kamar mandi dan membakar sebatang rokok. Ketika sudah duduk dan mencapai hisapan yang kedua, zat nikotin mulai bekerja, menenangkan otakku. Ketika menghembuskan asap, aku memejamkan mata, inilah kedamaian. Di rumah sahabatku, bersama sahabatku yang lain lagi. Aku selalu menyukai girl's night out yang berkualitas seperti ini. Disamping itu juga ini merupakan temu kangen setelah berbulan-bulan tidak berceloteh ria.
Tetap harus balik ke realitas karena si waktu yang sombong. Udara panas dan hambar menerpa wajahku begitu keluar dari taksi. Wajahku makin ditekuk ketika menjatuhkan tas ke lantai kamar. Kenapa sepi sekali? Kemana-mana orang? Kemudian aku menyadari. Ini adalah atmosfer yang biasa, hanya saja aku baru menyesuaikan diri karena baru berpisah dari suara sahabat-sahabatku. Ketika bersama mereka, aku tidak pernah membuka mulut terlalu banyak, hanya berada disamping mereka dan mendengarkan aku sudah berada pada zonaku.
Atmosfer disini dingin tetapi menyengat. Namun aku selalu mampu membangun duniaku sendiri dan sekali lagi waktu dengan angkuhnya mengusirku ke hari yang lain lagi. Memaksaku untuk bergerak, maju. Padahal terkadang aku ingin mundur saja. Maju itu hanya untuk orang-orang yang optimis dengan hidup mereka dan pasti dengan apa yang mereka inginkan. Aku disini masih terjerembab dengan cara apa aku bisa mengetahui apa yang aku inginkan.
Namun keadaanku masih lebih baik daripada yang mengurusi rumahku, dia jauh dari rumah, dan keluarga dan tidur di tempat yang tidak bisa dia sebut rumah, secara harafiah maupun analogi.
Seperti baru kemarin aku bertemu dengan mereka, tiba-tiba sudah sepuluh tahun kemudian kita berhasil menjalin hubungan. Sudah berpuluh-puluh bungkus rokok yang kita habiskan bareng, banyak gelas kopi yang kita seruput, silih berganti nama-nama cowok yang berbeda yang sudah kita puji dan umpat, argumen, persetujuan, celaan, pujian, mewarnai hubungan kita dalam jutaan jam yang dihabiskan.
Siklus yang akan terus kita lakukan, namun dalam kualitas emosi yang berbeda.
Aku tidak suka jika harus memikirkan putaran hidup yang telah atau akan dijalani.
Meringkuk dan tutup mulut dalam sengatan atmosfer dingin ini sepertinya lebih mudah untuk dilewati, walau tidak mudah untuk dijalani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar